Cantik Untuk Suami
TAMPIL CANTIK UNTUK SUAMI
Imam Ahmad berkata : Kami menerima hadis dari Qutaibah, ia berkata, kami menerima hadis dari Al-Laits dari Abi’Ajlan dari Sa’id Al-Maqburi dari Abi Hurairah berkata: “Ditanyakan kepada Rasulullah SAW., wanita (istri) bagaimana yang terbaik? Beliau menjawab: (istri) yang menyenangkannya (suami) jika ia melihat, menaatinya jika ia memerintahkannya dan tidak menyalahinya dalam diri dan hartanya dengan yang ia benci.” (HR Imam Ahmad dan Al-Hakim)
Takhrij dan Kedudukan Hadist
Hadist di atas diriwayatkan oleh imam Ahmad dalam Al-Musnad nomor hadis 3231 dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak nomor hadist 2633. Dalam persepsi Al-Hakim hadist tersebut berkualitas shahih sesuai dengan syarat yang ditetapkan Imam Muslim dalam Shahih-nya tetapi beliau tidak meriwayatkannya. Penilaian itu didukung oleh Ad-Dzahabi.
Beberapa kriteria penting bagi seorang istri yang baik dalam hadist tersebut adalah:
1. Tampil menyenangkan jika suami memandangnya.
2. Menaati perintah suami.
3. Tidak melakukan hal yang dibenci suami dalam menyikapi diri dan hartanya.
Tampil Cantik itu Fitrah
Tidak sedikit para istri berhias dan mempercantik diri ketika hendak pergi ke sebuah acara atau tempat di luar rumah. Sebaliknya, tatkala berada di rumah bersama suami ia merasa tidak perlu tampil cantik, seolah-olah suami tidak perlu menikmati kecantikan istrinya. Alasan klasik yang sering dikemukakan oleh istri yang tidak mau berhias untuk suaminya atau malas melakukannya adalah lantaran yang paling penting baginya adalah inner beauty, cinta dan sayang terhadap suami. Ia pun merasa bahwa suaminya telah menjadi miliknya dan tetap mencintai dirinya. Rasa malas tersebut seringkali semakin menguat seiring dengan semakin bertambahnya usia pernikahan.
Adalah benar bahwa inner beauty merupakan barometer utama bagi kualitas diri seseorang, sebagaimana Rasulullah SAW menjelaskan dalam sebuah sabdanya. “Sesungguhnya Allah tidak melihat tampilan dan fisik kamu sekalian, tetapi Dia melihat hati dan amal kamu sekalian.” (HR Muslim).
Sejatinya hadist tersebut hanya menegaskan signifikansi urgensi inner beauty jika disandingkan dengan tampilan fisik tetapi tidak menafsirkan urgensi tampilan fisik tersebut. Suami juga seorang manusia yang memiliki naluri suka akan keindahan dan kecantikan. Karenanya, cinta yang sudah hadir dan bersemayam dalam hati suami perlu dirawat dan dipelihara agar tetap hidup subur dan bahkan rumbuh kembang. Tampil tetap menawan menjadi pupuk yang dapat menyehatkan cinta tersebut sekaligus menghadirkan sakinah dalam diri suami tatkala berada di dekat istri. Sambutan istri yang tampil bersih, harum, penuh pesona, gaun yang anggun dan serasi menjadi penawar bagi fisik yang letih serta pikiran yang digelayuti tugas kantor dan beban hidup yang berat.
Boleh jadi ada suami yang tidak peduli terhadap tampilan istrinya karena ia mengerti kondisi istrinya yang repot mengurus anak dan alasan lainnya. Namun sebagai seorang manusia tetao saja seorang suami senang jika melihat istrinya tampil cantik lantaran nalurinya yang cinta akan keindahan dan kecantikan tidak pernah hilang dari dalam lubuk hatinya. Manakala kebutuhannya diabaikan dan tidak pernah dipenuhi, apalagi dalam waktu yang lama, maka suatu saat akan meledak dan berusaha mendapatkannya di luar. Jangan sampai suami biasa terjejali dengan pemandangan indah wanita-wanita yang rapi di kantor atau tempat lainnya lalu ketika sampai di rumah ia menyaksikan pemandangan yang sumpek dan hal yang kontradiktif; istri yang tidak berdandan dan bau yang tak sedap. Istri yang tampil cantik dapat menundukkan pandangan suaminya di luar rumah sehingga ia tidak melakukan kemungkaran atau berpaling ke wanita lain.
Tampil Cantik itu Ibadah
Kecintaan akan keindahan merupakan salah satu karakter yang menonjol pada diri manusia. Hal itu bukanlah sesuatu yang dipandang negatif, tetapi justru lebih bersifat positif karena hal itu selaras dengan sifat Allah yang mencintai keindahan, sebagaimana dituturkan oleh Rasulullah SAW dalam sebuah hadistnya: “Sesungguhnya Allah itu indah dan Dia mencintai keindahan.” (HR Muslim). Karenanya, Islam tidak melarang seorang muslim, baik laki-laki maupun perempuan, untuk berhias diri. Bahkan terdapat ayat dan sejumlah hadist yang menganjurkan seorang muslim untuk menghias dirinya sehingga tidak heran Rasulullah SAW pun senantiasa membawa sisir untuk merapikan rambutnya.
Sebaliknya, Islam menganjurkan penganutnya untuk menjauhkan hal-hal yang dapat merusak dan mencederai prinsip keindahan dan kerapian. Anjuran tersebut berlaku juga buat kaum wanita, khususnya istri. Suatu hari Aisyah ra merasa heran terhadap Khaulah binti Hakim yang tampilannya kumal dan berantakan, sebagaimana diungkapkan dalam sebuah hadist saat Aisyah ra berkata: “Khaulah binti Hakim menemui aku. Ia adalah istri Utsman bin Mazh’un. Tatkala Utsman melihat tampilannya yang kumal ia berkata kepadaku: Wahai Aisyah, alangkah kumalnya keadaan Khaulah.” (HR Ahmad dan Al-Bazzar). Dalam riwayat Thabrai, Rasulullah SAW menegur Utsman bin Mazh’un tentang kondisi istrinya yang kumal tersebut.
Uraian di atas memberikan indikasi tegas bahwa berhias dan tampil cantik yang dilakukan istri bukanlah sekedar memenuhi hasrat dan naluri suami yang mencintai kecantikan dan keindahan namun juga merupakan ibadah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW. Jika pada saat tertentu seorang istri merasa bosan dan malas berdandan untuk sang suami, maka anjuran Rasulullah SAW agar menjadi istri shalihah dan suami senang melihatnya dapat menepis rasa malas tersebut dan menghidupkan kembali kemauan untuk menghadirkan kecantikan di depan suami tercinta.
Istri Juga Senang Jika Suaminya Rapi
Suami dan istri yang baik adalah mereka yang dapat menyenangkan pasangannya dan memberikan haknya. Seperti halnya suami, istri juga senang jika pasangannya berpenampilan rapi dan baik. Istri memiliki hak dari suami sebagaimana suami memperolehnya dari istri. Sebagaimana suami menuntut istri untuk tampil di depannya dengan penampilan yang menawan dan aroma yang wangi, maka demikian pula istri berhak mendapatkannya dari suami, karena istri memiliki perasaan seperti perasaan suami dan memiliki indra sebagaimana indra suami. Inilah keseimbangan relasi antara suami dan istri. “Dan mereka (para istri) memiliki hak yang seimbang dengan kewajiban mereka dengan cara yang ma’ruf” (QS Al-Baqarah : 228). Wallahu a’lam.
( Disadur dari majalah UMMI)
Seriale Online